Estonia kini tengah merekrut sekelompok pakar di bidang komputer untuk mempertahankan diri dari perang cyber.
Sekitar empat tahun lalu, pada Mei 2007, Estonia sempat dilanda serangan cyber yang diduga dilancarkan oleh Rusia. Hal itu dipicu oleh keputusan pemerintah Estonia memindahkan makam Talinn yang merupakan peninggalan pemerintahan Uni Soviet.
Padahal, Estonia merupakan salah satu negara yang paling tergantung dengan teknologi, dengan 80 persen dari penduduknya melakukan aktivitas perbankan online.
Setelah beberapa tahun lewat, Estonia memobilisasi sebuah organisasi bernama Cyber Defence League, yang terdiri dari sukarelawan yang beranggotakan para programmer, pakar komputer, dan software engineer.
"Liga ini berisi pada spesialis di bidang pertahanan cyber yang bekerja di sektor swasta maupun berbagai lembaga pemerintahan," ujar Menteri Pertahanan Estonia Jaak Aaviksoo, dikutip dari situs DailyMail.
Kekompakan yang melibatkan berbagai kalangan di Estonia ini, ternyata dilatar belakangi oleh beberapa pengalaman negara itu diduduki oleh negara lain, oleh tentara Soviet pada 1939, oleh Jerman pada 1931, dan Uni Soviet hingga 1991, saat Estonia menyatakan berpisah.
Menurut Aaviksoo, organisasi ini secara rutin bertemu di akhir pekan untuk membahas persiapan terhadap kemungkinan serangan cyber. Estonia kini menjadi satu-satunya negara demokratis yang memiliki pasukan pertahanan cyber semacam ini.
Para pejabat di Estonia sendiri memposisikan ancaman cyber sebagai hal yang sangat serius, sampai-sampai mereka berfikir untuk membuat draf peraturan untuk memastikan setiap komputer para pakar di negeri mereka cukup siap untuk menghadapi serangan cyber darurat.